Ekowisata di Indonesia: 10 Destinasi untuk Kamu yang Cinta Lingkungan

Climate Justice - Mewujudkan Keadilan di Tengah Perubahan Iklim

climate justice keadilan adil

Beberapa waktu yang lalu, aku berencana untuk menghabiskan waktu di Bali sembari bekerja atau istilah bekennya - workation. Semua ditata dengan rapi - akomodasi, tiket pesawat, hingga kafe aesthetic dan kelas yoga yang aku akan kunjungi. Sampai seminggu sebelum keberangkatan, aku mendapat berita bahwa terjadi bencana di Bali. 

Hujan yang terus-menerus mengguyur Pulau Dewata membuat beberapa tempat tidak kuat menahannya. Kecamatan seperti Karangasem dan Ubud terkena getah dari pembangunan yang tidak terorganisir dengan baik. Banjir dan longsor melanda beberapa kecamatan di Bali, bahkan dalam keadaan yang memprihatinkan. Otomatis aku langsung membatalkan keberangkatanku ke Bali. Rasa kecewa karena rencana yoga pagi di sebuah wellness retreat terkenal batal memang ada, namun rasa prihatin serta sedih lebih mendominasi hatiku saat itu. 

Aku langsung terpikir, "Gimana ceritanya daerah seasri Ubud bisa terkena banjir?" Padahal, dengan lahan hijau dan pepohonan di Ubud, seharusnya daerah cantik itu bisa bertahan kala musim hujan. Aku juga membaca informasi bahwa terdapat banyak drainase yang tersumbat di Ubud, serta adanya dampak dari pembangunan dan penataan provinsi Bali. Apapun alasannya, banjir di Ubud ini juga terjadi karena curah hujan dan datangnya hujan yang tidak bisa diprediksi. 

Hujan yang tiba-tiba datang lalu berhenti adalah contoh kecil dari perubahan iklim. Kelihatannya sepele, nggak sih? Ya.. Walaupun kadang bikin jengkel kalau sudah keluar rumah pakai jas hujan malah hujannya tidak jadi. Tapi, harus kita akui bahwa dampaknya besar. Contohnya dapat dilihat dari banjir yang terjadi di Ubud dan Karangasem. Belum lagi banjir lain yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Nah, dampak perubahan iklim mengerikan, bukan? 

Keadilan Iklim - Siapa yang Harus Tanggung Jawab? 

"Kalau ada bencana alam atau dampak negatif lain akibat perubahan iklim, siapa yang harus tanggung jawab?"

Hal tersebut terlintas di benakku saat melihat berita banjir di Bali. Aku otomatis teringat film Semes7a, yang salah satu bagiannya membahas kearifan lokal di Bali. Dalam dokumenter tersebut, disebutkan bahwa masyarakat Bali sangat peduli terhadap kelestarian alam. Menjaga keseimbangan alam merupakan cara untuk bersyukur kepada Sang Pencipta. Saat berwisata di Pulau Dewata sendiri pun, aku melihat bahwa masyarakat Bali sangat menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan sekitar. Oleh karena itu, aku yakin bahwa bukan masyarakat Karangasem ataupun Ubud yang harus bertanggungjawab akan banjir yang terjadi di rumah mereka. 

Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebutkan perubahan iklim berdampak terhadap siapa saja, baik kaya maupun miskin, negara adikuasa atau negara kecil. Namun, individu atau kelompok yang akan terdampak lebih dahulu adalah masyarakat rentan atau marjinal. Padahal, mereka bukan penyumbang besar bagi perubahan iklim. Misalnya, masyarakat adat di hutan Amazon hidup jauh dari polusi dan teknologi. Ironisnya, mereka adalah pihak yang pertama merasakan dampak deforestasi atau kebakaran hutan akibat perubahan iklim. 

Derita, bencana, dan lara yang dirasakan oleh masyarakat marginal, negara miskin, ataupun kelompok rentan membuat tajuk keadilan iklim mengudara. Seperti namanya, konsep keadilan iklim ini 'adil'. Semua akan terdampak perubahan iklim, tanpa memandang suku, gender, ras, atau apapun. 

Keadilan Iklim untuk Kita Semua 

Jadi, apa itu keadilan iklim? Sesuai namanya, keadilan iklim adalah konsep yang memandang perubahan iklim dari sudut pandang keadilan. Dampak perubahan iklim disorot dari sisi politik, ekonomi, sosial, dan masih banyak lagi. Hal ini terjadi karena banyak masyarakat terdampak oleh adanya perubahan iklim, namun bukan kontributor besar bagi emisi karbon yang merajalela di bumi kita. Nah, nggak adil bukan?

Keadilan iklim juga memandang perubahan iklim sebagai sesuatu yang universal. Semua orang bisa terdampak perubahan iklim, tak memandang suku, agama, ras, warna kulit, gender, atau apapun. Namun nyatanya, tidak semua orang terdampak dalam kadar yang sama. Kelompok marjinal atau rentan misalnya, mereka mengalami lebih banyak dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, keadilan iklim digaungkan untuk mewujudkan kesejahteraan semua manusia tanpa peduli latar belakang. 

Keadilan iklim dipandang sebagai langkah yang baik untuk melakukan mitigasi perubahan iklim. Dalam keadilan iklim, masalah lingkungan dipandang dengan proporsional sesuai dengan sebab-akibatnya. Contoh, saat ini banyak emisi karbon dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Konsep keadilan iklim mendukung transisi energi untuk melawan emisi tersebut, bukan melakukan hal lain yang hanya menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain. Langkah yang inklusif dan tidak diskriminatif adalah ciri khas dari keadilan iklim. 

Lalu, bagaimana cara kita turut serta dalam keadilan iklim? Salah satu yang bisa dilakukan adalah bersuara. Bersuara untuk diri sendiri, bersuara untuk rakyat, bersuara untuk mereka yang rentan. Bersuara tidak harus dilakukan dengan pengeras suara atau dalam demo akbar. Dengan bermodal media sosial, kita juga bisa membantu saudara-saudara kita yang terdampak negatif dari kerusakan lingkungan ataupun menyebarkan informasi mengenai climate justice, lho. 

Keadilan iklim adalah konsep yang menguntungkan bagi semua orang. Tidak ada diskriminasi, keadilan ditegakkan, dan solusi untuk bumi yang lebih hijau dilakukan. Nyenengin banget, bukan? 
Maka dari itu, ayo suarakan dan dukung keadilan iklim dari sekarang! 

Komentar