- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Sebelum membaca postingan ini, pastikan kepalamu dingin, nggak habis berantem sama pacar, debat politik kampus, atau ngedumel habis disuruh emak bersihin rumah. Pastikan ada kopi dan boba favorit - atau mungkin tayangan Netflix yang bikin senyum sendiri - di sisimu agar suasana hati bagus.
Tulisan ini bersifat subjektif, penuh opini, sekaligus
tidak menghakimi siapapun. Tulisan ini diramu dibuat sebagai wahana nostalgia
untuk salah satu event yang mungkin legendaris bagi mahasiswa
Universitas Gadjah Mada, terutama para Co-fasilitator. Diterbitkan untuk
merayakan euforia satu tahun Palapa 2019 secara hiperbola. Selamat menjelajah,
selamat mengenang!
Dua tahun lalu, melodi ceria dengan lirik klimaks “Kami generasi emas Indonesia…” itu terus dikumandangkan. Lapangan disesaki oleh orang-orang dengan jas warna coklat/ijo/krem/gading dan suasana positif. Meskipun begitu, saya yang waktu itu baru dua bulan lulus SMA tetap gemeteran. Selama tiga tahun, saya dihantui dengan sejumlah rambu seperti nggak boleh pakai totebag dan liptint sebelum kelas 12, nggak boleh duduk di sudut sekolah tertentu sebelum senior year, dan adanya inspeksi seragam tak resmi. Jadi saya berpikir bahwa di institusi ini, terlebih kegiatan penyambutan maba-nya, saya juga harus mengecap senioritas dan bersikap manis di depan para pendahulu. Dan ternyata, I’m totally wrong!
Cr : DDD PPSMB UGM 2019
Selama 4-5 hari, saya mendapat pengenalan akan kampus UGM sekaligus mengenang masa menjadi anak SD. Kami disuguhkan materi-materi seputar UGM, soft skills, dan sebagainya. Diberi wadah untuk berdiskusi, diapresiasi saat memberi opini. Saya juga dicekokin ice-breaking dan games yang nyenengin dan terngiang sampai saya dua bulan kuliah. Saya dan teman-teman mahasiswa baru mendapat sebutan yang menyenangkan, yakni ‘Gadjah Mada Muda’. Nggak ada tuh dipanggil dengan sebutan ‘woi’, ‘siswa’, ‘c*k’, ataupun sebutan nggak manusiawi. Nggak ada teriakan, “Push-up kamu!” ataupun “ayo dipercepat langkahnya!”. Iya, itu mah adanya di mapala.
Makasih ya, kak!
Dua kakak pembimbing, atau akrab kami sebut
sebagai cofas, adalah orang yang menyenangkan dan saya look-up sebagai gambaran
mahasiswa UGM untuk pertama kali. Mereka berdua bersih dari senioritas atau lagak
sok kuasa, malahan menyebarkan positive vibes, selalu ceria, dan baik
banget. Bingung itu titisan malaikat atau gimana.
“Kalo aku ya Kak, aku sih nemuin bahwa cofas itu aku
banget. Aku suka kenalan sama banyak orang, terus juga suka nge-training
orang lain. Sosok cofas tuh kayak bener-bener citra diri yang pengen aku punya
di diriku sendiri,” ujar seorang adik tingkat saat kami ngobrol. Saya sangat
mengiyakan kata-katanya, kurang lebih sama dengan pendapat saya sewaktu maba. Saya
dan dia memilih jalan yang sama : mendaftar sebagai panitia Co-fasilitator
ketika menginjak semester dua.
Singkat cerita, saya berhasil menjadi satu dari 400 cofas, diantara 800 pendaftar. Ketawa iya, nangisnya juga banyak. Senangnya luar biasa, pusingnya juga bejibun. Mabok icebreaking dan tari anthem hooh, gumoh teknis dan urusan serius juga yes. Saya mendapat teman-teman sesama cofas yang beragam, dari yang biasa sampai yang susah dideskripsikan kata-kata. Saya berada di gugus yang barbar, ngaco, tapi nyenengin banget. Saya mendapat partner yang luar biasa. Saya bertemu dengan teman-teman mahasiswa baru yang lucu, menyenangkan, dan cerdas. Jujur aja, saya banyak ngadet-nya saat menulis ini. Call me lebay, tapi Palapa emang susah digambarkan dengan kata-kata.
Karena takut sayanya aja yang lebay, saya memutuskan untuk bertanya kepada beberapa teman Cofas. Apakah Palapa punya tempat spesial di kotak memori mereka? Apakah mereka masih kangen sama euforianya? Apakah Palapa itu termasuk dalam salah satu event yang nggak boleh dilewatkan selama menjadi mahasiswa UGM?
Thankfully, banyak
yang ngerasa sama!
Mari mengenang PPSMB 2019 dengan melihat alasan mengapa menjadi Cofas PPSMB itu susah dilupakan dan recommended banget :
1. Profesional? Wajib! Gembira? Harus!
Ini versi gembira
Salah
satu hal yang identik dari dunia percofasan adalah ‘heboh dan seneng-seneng
terus’. Mungkin hal itu terlintas dari teman-teman non-cofas ketika kami posting
foto gathering dengan berbagai gaya aneh di Insta, update lagi
pergi ke Kopi Merapi, Notoplankton, candi, atau Kutub Utara sama geng cofas,
serta ingatan bahwa cofas kerjaannya tepok-tepok dan kasih ice-breaking.
Itu memang saya alami dan menjadi kenangan yang sangat mengasyikan. Namun
disisi lain, cofas juga harus kerja keras.
Ini versi profesional
Salah
satu hal yang identik dari dunia percofasan adalah ‘heboh dan seneng-seneng
terus’. Mungkin hal itu terlintas dari teman-teman non-cofas ketika kami posting
foto gathering dengan berbagai gaya aneh di Insta, update lagi
pergi ke Kopi Merapi, Notoplankton, candi, atau Kutub Utara sama geng cofas,
serta ingatan bahwa cofas kerjaannya tepok-tepok dan kasih ice-breaking.
Itu memang saya alami dan menjadi kenangan yang sangat mengasyikan. Namun
disisi lain, cofas juga harus kerja keras.
Ada
rambu-rambu yang harus ditepati oleh cofas, mulai dari skala kecil sampai ke
hal-hal yang berkaitan dengan kesejahteraan Gamada. Kami diajari untuk
bertanggung jawab pada hal-hal kecil, seperti berpakaian rapi dan menghindari kata berkonotasi negatif, sampai hal
yang hubungannya sama kesuksesan PPSMB. Di samping tawa yang berkumandang, ada kepala
nyut-nyutan karena berhadapan dengan waktu dan teknis. Cofas diberi predikat role
model dan tentunya menjadi role model bukanlah hal yang mudah.
Pengalaman
menjadi cofas melatih kami untuk bertanggung jawab dan profesional, tetapi juga
memfasilitasi kami dengan begitu banyak hal menyenangkan.
2. Melatih Soft-skills Banget
Maaf, gambarnya pecahLah, itu kan juga dapet di organisasi atau event lain?
Iya, memang… Bukankah suatu event diikuti oleh mahasiswa karena ingin mendapatkan hal ini? Tentunya, soft skills menjadi hal yang bisa di-point out dari percofasan ini. Selayaknya sebuah event, disini para cofas belajar untuk bekerjasama dengan orang lain, mengendalikan diri, bekerja sebaik mungkin, mengatur waktu, dan masih banyak lagi. Menjadi cofas melatih seseorang untuk menjadi pribadi yang peduli, kerja cepat, dan juga profesional. Walaupun nggak ditanya wkwk, saya merasa pengalaman jadi cofas menjadi orang yang lebih open minded dan pede saat menyatakan pendapat. Kalau teman-teman cofas yang lain gimana?
Ps : Cofas Palapa juga merupakan wadah yang pas kalau mau uji mental!
3. Otw Dapat Gelar Sarjana Public Speaking
“Aku kan pengen banget jadi MC. Tapi setelah jadi cofas, aku jadi kedapetan job nge-MC terus. Mungkin karena cofas identik dengan ngajar dan bisa ngomong di depan banyak orang ya?” – cofas cantik.
Harus bisa menyampaikan materi pada Gamada, tampil percaya diri, sekaligus menyenangkan adalah hal-hal yang lekat pada cofas. Oleh karena itu, orang jadi tahunya kalau cofas itu pasti bisa public speaking.
Public speaking sendiri merupakan hal yang masuk dalam top-list soft skills zaman ini. Dan melalui PPSMB Palapa, kami banyak belajar tentang skill yang satu ini. Nggak hanya cofas, panitia lain juga dapat banyak kesempatan untuk belajar pub-speak, lho! Kami nggak hanya belajar rangkaian kata atau intonasi, tapi juga posisi tubuh (kaki bentuk sudut berapa derajat, mata harus kemana, dsb) dan hal-hal simpel lain.
4. Jadi Kakak Tingkat kan Nggak Harus Nyeremin....
"Jadi garis terdepan buat Gamada tuh sesuatu banget deh,” ujar seorang teman sesama cofas. Pengen kenal sama adek-adek maba? Jadi Cofas PPSMB aja!
PPSMB UGM merupakan sebuah wadah yang ramah dan jauh dari senioritas. Tidak ada namanya maba diteriakin, dimarahin, dan sebagainya. Menjadi Cofas berarti menjadi teman, someone to look up, dan kakak yang baik untuk para mahasiswa baru, bukan senior yang nyeremin. Menjadi Cofas membuka kesempatan untuk teman-teman jadi dekat dan berteman dengan mahasiswa baru. Bahkan, kita bisa berbagi pengalaman dan bertukar pikiran dengan teman-teman yang baru masuk kampus ini. What a gold chance!
5. Keluarga Baru!
Kenalin, ini keluarga saya : Agro Barat!
Hampir semua teman cofas yang saya tanyakan pendapatnya memasukkan hal ini sebagai alasan mereka setuju bahwa cofas merupakan pengalaman yang tidak boleh dilewatkan selama jadi mahasiswa UGM. Melalui cofas, kita akan bertemu dengan berbagai jenis orang dari berbagai fakultas dan jurusan, juga isi kepala dan karakter yang berbeda-beda. Para cofas akan diwadahi dalam kelompok besar bernama cluster, kemudian mengecil menjadi sebuah gugus. Dalam gugus dan cluster itu, kami bekerjasama, berdinamika, bertukar pikiran, bercanda, bahkan menjalin hubungan dekat. Kami belajar untuk menerima orang lain dan saling mendukung saat ada dalam tekanan. Gimana nggak terbentuk ikatan seperti keluarga?
Kenalin, ini kesayangan saya : Soedarwono!
Dari keluarga ini, kita akan dapat banyak relasi. Butuh hubungin organisasi apa, ada si A. Perlu apa, ada si B. Salah satu teman cofas menimpali bahwa dia jadi punya ‘penerus’ di organisasinya melalui relasi di percofasan.
Kenalin, ini keluarga baru saya : Soedarwono 2
Keluarga nggak hanya terbentuk antar sesama panitia, tetapi juga antara cofas dengan Gamada. Bersyukurlah kalau gugusnya masih dekat sampai sekarang!
6. Manis-Pahit Partner
My best-part
Apa yang identik dari seorang cofas selain korsa, topi, papan gugus, syarat cofas ideal, dan gudang ice breaking? Tentu saja seorang partner! Partner menjadi teman kerja seorang cofas untuk memfasilitasi Gamada dalam suatu gugus. Selain dari teman kerja, partner juga bisa menjadi sahabat, teman dekat, kakak/adik, cinta baru, bahkan musuh atau beban. Oleh karena itu, partnership nggak saya bilang sepenuhnya ‘manis’, pasti ada ‘pahit’-nya juga. Bittersweet (tanpa by Najla) pokoknya!
Saat mendapat partner,
biasanya para cofas mendapat tugas untuk bonding dengan partner-nya.
Mendekatkan diri melalui media apa aja. Biasanya sih pada milih makan bareng
atau ngafe, tapi juga ada yang ekstrem sampai ke tempat wisata atau tempat
terpencil di Jogja. Kalau partnernya lawan jenis dan kita lagi jomblo, rasanya
kayak punya pacar HAHAHA. Tentu saja cofas butuh bonding dengan partner-nya
karena akan bekerjasama selama Palapa, menghadapi tantangan maupun sukacita.
Suka sama partner sendiri? Ada. Baper-baperan?
Banyak nggak sih... Pacaran
sama teman gugus seberang? Pasti ada. Suka-sukaan tapi sama-sama nggak berani
ngelanjutin? Hmm.. Harusnya ada tuh! Selamat ya bagi teman-teman yang beruntung
dapetin seseorang melalui Palapa. Gimana? Pasti berkesan banget, ya!
7. Mabok Ice-Breaking dan Games
“Tepuk
salut! Sa..Lut salut salut.. Salut!”
“Aku
teko kecil yang mungil. Ini gagangku dan ingin corongku..”
Ngaku
yang bacanya sambil nyanyi siapa?
Tentunya seorang cofas harus punya banyak ice-breaking dan games untuk membangkitkan semangat para Gamada selama di kelas. Sayangnya, kebanyakan ice breaking itu bikin mabok dan kepikiran terus. Jangan heran ya kalau temanmu yang cofas tiba-tiba suruh tepuk salut atau tepuk semangat!
8. Momen ‘It’s All Totally Worth-It'
Alasan kami nangis (cr : DDD PPSMB UGM 2019)
“Aku sama segugus nangis semua pas kita ngumpul jam 6 di lapangan. Kita seseneng, seterharu itu,” salah seorang teman cofas bercerita dengan semangatnya.
Bagi teman-teman yang kemarin ikut kepanitiaan PPSMB Palapa, entah sebagai cofas maupun divisi lain, pasti teringat hectic, ups and downs, serta keseruannya. Senangnya banyak, tapi susahnya juga bejibun. Tekanannya ada, tapi seru-seruannya juga sering. Dan melalui PPSMB UGM, teman-teman bisa merasakan gimana senangnya, terharunya karena kerja keras terbayarkan.
Bagi cofas sendiri, momen ‘terbayarkan’ adalah saat ketemu teman-teman Gamada di Lapangan Pancasila pertama kali, iya nggak? Dan momen ‘semua terbayarkan’ bagi teman-teman panitia adalah pastinya adalah saat closing, dengan formasi yang keren banget dan lancar semuanya. Iya, sensasinya itu lho yang spesial banget!
9. Bonus : Cinlok
Gatau, kepikiran aja
Siapa yang pernah daftar event - walaupun bukan tujuan utama- dengan harapan untuk mendapatkan someone special? Hahaha.. Dan di percofasan, dengan waktu bersama yang panjang banget dan ketemu terus-terusan, nggak heran kalau cinta bisa tumbuh di antaranya. Hayoo.. Kira-kira teman-teman yang mampir ke artikel ini ada yang mengalami cinta selama Palapa? Atau hampir semuanya hanya jadi penonton?
Kalo cofasnya kayak gini, yo aku juga cinlok
Kira-kira itulah alasan kenapa pengalaman jadi cofas itu unforgettable dan "disarankan" untuk dicoba banget! Tapi, nggak harus juga kok! Masih banyak kepanitiaan, event, atau organisasi lain di kampus yang bisa ngelatih kita dan menyajikan banyak pengalaman menyenangkan buat kita.
Selamat satu tahun PPSMB Palapa 2019!
Komentar
Yaampun gemes banget sii kak, doain ppsmb 2020 lancar yakk
BalasHapusmo nangis bacanya :(
BalasHapusUwu so heart touching ��♥️
BalasHapus-Chu Kehuan