Ekowisata di Indonesia: 10 Destinasi untuk Kamu yang Cinta Lingkungan

Sampah Makanan Jadi Alasan Berat untuk Isu Iklim, Yuk Mulai Terapkan Mindful Eating!


Pernah nggak sih, langsung beli makanan lewat aplikasi online setelah melihat video makanan yang menggiurkan lewat di laman Tiktok atau Instagram-mu?

Atau mungkin, pernah nggak iseng-iseng beli camilan karena tergoda oleh tren tetapi malah nggak habis karena tidak cocok dengan lidah?

Kalau saya sih, jelas pernah! Bahkan saya menyadari bahwa 80% dari waktu istirahat di kampus sering saya gunakan untuk scroll pilihan makanan di aplikasi 'oren' dan berujung ingin semuanya - atau bahasa gaulnya : BM'. Saat jam makan siang, ada-ada saja makanan yang akhirnya saya dan teman-teman beli. Makanan utama pasti, ditambah dengan minuman manis ataupun snack yang kami beli dengan dalih untuk melepas penat setelah berjam-jam bekerja di laboratorium. Untung saja makanan itu berhasil kami habiskan!

Nyemil dan Asal BM Makanan Saja Bisa Menyumbang untuk Krisis Iklim, Lho... Kok Bisa?


Makanan tak hanya memiliki peran sebagai kebutuhan primer, namun juga bergeser menjadi kebutuhan sekunder hingga tersier. Bagi sebagian masyarakat, makanan tak lagi tentang mengisi perut dan energi untuk siap menjalani kebutuhan sehari-hari. Makanan juga berperan sebagai kawan untuk banyak aktivitas, identitas sosial maupun kultural, bukti kasih, dan banyak lagi.

Coba kita lihat contoh kecilnya - Mengerjakan tugas atau bekerja di depan laptop pastinya akan lebih menyenangkan jika ditemani kudapan atau kopi susu, bukan? Kita akan beralasan bahwa makanan dapat meningkatkan mood, semangat, atau mengurangi kantuk saat bekerja. Hal tersebut membuat kita butuh lebih banyak makanan atau kudapan.

Dalam survey bertajuk "State of Snacking" yang dilakukan oleh Mondelez International, diketahui bahwa orang Indonesia mengonsumsi kali lebih banyak snack daripada makanan utama. Makanan ringan atau snack dipilih karena lebih mudah dikonsumsi, praktis, memiliki 'kemampuan' untuk menambah mood atau mengusir lelah, serta dapat merekatkan hubungan antar masyarakat. 75% responden juga memilih mengonsumsi snack sepanjang hari dibandingkan makanan utama. Nah, memangnya ada masalah dalam tren snacking ini? 

Sayangnya, ada lho! Kebiasaan masyarakat Indonesia untuk membeli, menumpuk, hingga mengolah makanan dengan jumlah berlebih menghasilkan sampah makanan dalam jumlah besar. Menurut Zero Waste Indonesia, sampah makanan adalah makanan siap konsumsi yang tidak dihabiskan sehingga menumpuk di tempat pembuangan akhir. Nah, sampah dari makanan yang berlebih atau tidak kita habiskan dapat menghasilkan gas karbondioksida, si penyumbang utama krisis iklim, serta gas metana yang berbahaya. 


Masyarakat Indonesia secara umum membuang sebanyak 300 kg makanan per individu dalam jangka waktu setahun di tahun 2017. Jumlah tersebut menurun menjadi 150 kg makanan per individu di tahun 2019 dan meningkat menjadi 184 kg makanan per individu di tahun 2020. Sebanyak 55-60% dari sampah makanan tersebut berasal dari makanan siap konsumsi yang tidak dihabiskan. Jumlah total sampah makanan yang fluktuatif tidak menghilangkan fakta bahwa Indonesia menjadi negara produsen sampah makanan terbesar nomor tiga di dunia. Waduh, cukup miris bukan?

Menurut U.S Environmental Protection Agency (EPA), sampah makanan yang menumpuk dalam setahun dapat menghasilkan 170 juta metrik ton ekuivalen karbon dioksida, setara dengan emisi karbon tahunan dari 42 pabrik berdaya batu bara. Selain itu, sektor pangan dan pertanian sendiri menyumbang 26% emisi karbon global, dimana 6%-nya berasal dari sampah makanan. 

Kita tahu bahwa penyumbang besar dari krisis iklim adalah sektor industri atau bahan bakar fosil. Tapi, kebayang nggak sih bahwa hal simpel seperti makanan ternyata berkontribusi besar untuk terjadinya krisis iklim? Oleh karena itu, penting banget untuk kita lebih bijak dalam mengonsumsi, memilih, dan mengolah makanan!

Mindful Eating : Konsep Makan yang Menguntungkan untuk Iklim, Tubuh, dan Dompet Kita!


Saya sadar bahwa seringkali makanan yang saya buang berasal dari BM random saat scroll aplikasi order makanan di ponsel. Ketika sudah beli, baru makan sepotong dua potong malah sudah kenyang dan berujung tidak dihabiskan. Pola lapar mata dan BM makanan ternyata bahaya juga ya, bikin makanan jadi sia-sia! Nah, agar lebih menghargai makanan serta berkontribusi dalam mitigasi krisis iklim, apa yang harus kita lakukan?

Mindful eating, jika diterjemahkan secara kasar ke Bahasa Indonesia menjadi 'makan dengan penuh perhatian', merupakan konsep yang diadaptasi dari ajaran Buddha Mahayana. Mindful eating berarti kita mengonsumsi makanan secara benar-benar sadar dan menerima sensasi, efek, serta pengalaman dari makanan tersebut. Konsep mindful eating akan membantu kita untuk menghargai makanan, memilih makanan dengan porsi yang sesuai, mendapatkan efek kesehatan dan pengalaman dari makanan, serta lebih hemat dalam mengonsumsi makanan. 

Dengan menerapkan mindful eating, kita bisa hidup lebih sehat, menjaga lingkungan, serta berhemat secara ekonomi. Yup, karena dengan mindful eating, kita bisa memilih makanan yang lebih sehat, sesuai dengan selera, serta memiliki kesadaran untuk menghabiskannya.

Lalu, gimana sih cara untuk menerapkan mindful eating? Coba beberapa cara di bawah ini, yuk!

1. Sadar dalam Memilih Porsi Makanan

Memilih porsi makanan yang sesuai dengan kapasitas perut sangat penting untuk mengurangi sampah makanan. Kita perlu sadar tentang jumlah makanan yang bisa kita makan dalam satu waktu. Misal, jumlah porsi yang kita bisa makan saat makan malam lebih sedikit daripada makan siang, oleh karena itu lebih baik memilih makanan dengan porsi kecil saat malam. Kesadaran tersebut dapat membantu kita untuk menghabiskan makanan hingga tak bersisa dan mencegah dihasilkannya sampah makanan. 

Memilih porsi makanan dapat kita lakukan ketika makan di rumah maupun di luar, lho! Saat makan di rumah, kita bisa menggunakan piring yang lebih kecil untuk mengatur jumlah makanan yang kita ambil. Kita bisa mulai dari mengambil sedikit makanan, barulah menambah jika ternyata masih lapar. Saat makan di luar, kita bisa cari informasi dahulu mengenai porsi makanan yang akan kita pesan dari review maupun bertanya kepada waiter. Selain itu, kita juga bisa menghindari menghasilkan sampah makanan dengan cara memilih makanan utama terlebih dahulu dibandingkan menu lain seperti side dish atau minuman manis. 

Hal ini juga dapat kita terapkan ketika lapar mata terhadap suatu makanan. Jika tergoda untuk mencicipi makanan atau minuman baru yang sedang hits, pastikan untuk memilih porsi terkecilnya. Jadi, lebih sedikit makanan yang akan terbuang, deh!

2. Sadar dalam Memilih Menu Makanan

Konsep mindful eating tak hanya membantu kita untuk mengurangi sampah makanan, tetapi juga hidup lebih sehat. Saat kita sadar akan kandungan gizi yang dikandung dalam makanan, kita akan lebih terdorong untuk mengonsumsi makanan tersebut. Mindful eating, dengan berfokus pada nutrisi, akan membantu kita untuk memilih jenis makanan yang bergizi tinggi seperti buah-buahan, sayuran, ikan, kacang-kacangan, hingga karbohidrat kompleks.

Konsep mindful eating juga mendukung kita untuk memilih makanan yang sesuai selera. Daripada buang-buang makanan hanya karena nggak suka sama rasanya, lebih baik pilih yang bisa kita enjoy, kan? 
Kita bisa memilih makanan yang memang kita suka dan jauhi makanan yang kita tidak sukai atau mungkin tidak bisa makan terlalu banyak. Hal tersebut dapat membantu kita untuk menghabiskan makanan

3. Sadar dalam Memilih Bahan Makanan yang Kita Pakai

Sektor pangan menyumbang sebesar 26% dari emisi karbon global. Jumlah tersebut tidak hanya meliputi sampah makanan lho, tetapi juga lahan dan proses yang harus digunakan untuk produksi makanan secara luas. Oleh karena itu, cara kita 'menyelamatkan bumi' dengan konsep mindful eating tidak hanya dengan mengurangi sampah makanan saja, tetapi juga memilih bahan makanan yang lebih sustainable.

Fakta bahwa Indonesia memiliki ragam jenis hasil pertanian yang bergizi adalah salah satu hal yang harus kita syukuri. Buah, sayur, kacang-kacangan, makanan laut, hingga daging yang diproduksi di Indonesia dapat kita peroleh dengan mudah. Tahu nggak sih, memilih makanan produksi dalam negeri itu lebih ramah lingkungan dibandingkan mengonsumsi makanan impor? Yup, hal tersebut dikarenakan kegiatan ekspor-impor makanan memiliki emisi karbon yang tinggi, yakni mencapai 29% dari total 39% emisi karbon sektor pangan-pertanian. Kalau kita memilih makanan yang diproduksi dalam negeri, kita bisa mengurangi emisi karbon dari sektor tersebut. Selain itu, bahan makanan dalam negeri juga lebih sehat karena tidak mengandung pengawet seperti lilin ataupun gas. 

4. Sadar dalam Mengolah dan Menyimpan Makanan

Konsep mindful eating juga bisa kita terapkan dalam mengolah dan menyimpan makanan. Kita bisa memilih metode makanan yang kita sukai dan menghasilkan sampah seminimal mungkin. Misal, menggunakan minyak secukupnya sesuai dengan jumlah bahan yang akan kita goreng. Selain itu, memilih cara pengolahan yang kita sukai juga penting agar kita benar-benar mau menghabiskan makanan tersebut. Kita juga bisa memilih cara pengolahan yang dapat memperpanjang umur simpan makanan sehingga dapat disimpan dalam waktu lama. Contohnya, membuat manisan atau selai dari buah-buahan. 

Penyimpanan makanan yang baik dapat mengurangi sampah makanan. Kita dapat mencegah makanan yang sudah kita buat atau beli dari kebusukan dan mengonsumsinya di kemudian hari. Penyimpanan dalam kulkas, memanaskan ulang, memasukkan makanan dalam wadah kedap udara, dan lain-lain dapat membuat makanan kita lebih tahan lama. 

Habiskan Makanan dan Rawat Bumi Bareng, Yuk! Ikuti Challenge Simpel dari Team Up for Impact


Hal sesimpel menghabiskan makanan dan tidak menghasilkan sampah saja bisa berpengaruh untuk bumi kita, lho! Nah, masih banyak juga lho hal sederhana yang dapat kita lakukan untuk mitigasi krisis iklim
Yup, tanpa ribet dan anti susah, kita sudah bisa menjaga bumi ini!

Hmm.. Tapi kalau sendiri saja, pasti aja hal-hal kayak males atau demotivated mengganggu! Nah, biar semangat jaga bumi dengan target yang terukur dan teman-teman yang suportif, ikutan challenge dari Team Up for Impact, yuk!

Challenge ini akan dilaksanakan selama bulan April 2022 dengan tujuh challenge berbeda setiap harinya. Asyiknya, challenge dari Team Up for Impact ini dekat dengan kehidupan kita sehari-hari dan mudah untuk dilakukan. 

Mau join challenge asyik dari Team Up for Impact? Gampang banget! 
Kamu tinggal buka website teamupforimpact.org , kemudian pilih laman 'Team Up Everyday'. Pilih challenge yang akan kamu ikuti, masukkan nama dan email-mu, dan voila.. Selamat bergabung dalam challenge simpel untuk menjaga bumi!

Yuk, Rawat Bumi Kita! Mulai dari Cara Sederhana Dulu Ya..

Kita tahu bahwa hal yang begitu dekat dan simpel seperti makanan dapat berdampak besar bagi krisis iklim. Jika kita tidak mulai merawat bumi dari hal yang sederhana, bagaimana kabar bumi di masa depan nantinya? Krisis iklim yang 'mengganas' menyebabkan berbagai isu dan bencana alam yang semestinya membuat kita bergidik. Bayangkan, jika di zaman kini kita tidak mulai bijak untuk mengonsumsi makanan dan mengurangi sampah makanan, puluhan hingga ratusan tahun dari sekarang sumber makanan sulit untuk didapatkan. Hal tersebut tentunya sangat kita hindari, bukan?

Yuk, kita mulai terapkan cara sederhana untuk menjaga bumi kita! Habiskan makanan, kurangi sampah makanan, serta menyimpan dan mengolah makanan dengan baik menjadi contoh cara sederhana untuk menjaga bumi. Hal-hal lain, seperti mengurangi penggunaan plastik, hemat listrik, hingga mengurangi penggunaan kendaraan bermotor, juga menjadi cara untuk mitigasi krisis iklim. 


Komentar