Ekowisata di Indonesia: 10 Destinasi untuk Kamu yang Cinta Lingkungan

Hutanku, Pahlawanku : Mengenal Perubahan Iklim dan Peran Hutan Sebagai Agen Mitigasi Perubahan Iklim



"Bagaimana cara kita memperkenalkan hutan ke masyarakat? Selama ini masyarakat hanya mengenal hutan sebagai tempat yang angker dan seram," begitu kira-kira substansi dari pertanyaan yang diajukan pada diskusi sore hari itu. Pertanyaan tersebut langsung diiyakan oleh teman-teman Eco Blogger dan juga para pembicara. Hmm... Benar juga ya, apa sih yang identik dengan hutan? Pasti banyak orang menjawab mitos dan kesan mistis yang ada di dalamnya. Pamor hutan sebagai tempat gelap, sunyi, sakral, dan tempat berkumpulnya makhluk halus membuat orang-orang bergidik. Selain itu, hutan juga terkenal sebagai tempat dijalankannya ritual. 
Bahasan ini mengingatkan saya akan meme dan tweet lucu yang dibuat orang-orang Indonesia untuk 'mempromosikan' wisata Alas Purwo ke turis mancanegara setelah kasus bule yang dideportasi dari Bali. Tweet yang menginjak 75.000 likes tersebut secara massal diiyakan oleh masyarakat Indonesia, sampai dilanjutkan dengan tweet-tweet lain yang mendukung keangkeran dan mitos Alas Purwo. 

Bukti kreativitas orang Indonesia, sekaligus kesadaran akan pamor hutan sebagai tempat menyeramkan
(Sumber : Twitter.com/hydrococko)



"Ah, tapi karena mitos dalam hutan, orang-orang malah jadi takut dan semakin menjaga kelestariannya!" celetuk teman blogger yang lain, kini menuai anggukan bersemangat dan juga tawa tanda setuju. Benar sekali, mitos dan kearifan lokal membuat masyarakat lebih menghormati dan memandang alam, khususnya hutan, sebagai sesuatu yang harus dijaga. Masyarakat yang memegang teguh adat dan kearifan lokal juga hidup damai dan berdampingan dengan hutan, bahkan memandang hutan sebagai 'ibu' yang merawat dan mencukupi. 

Hutan adalah gudang karbon dunia. Akar-akar kokoh, daun hijau, dan kanopi yang teguh tersebut menyimpan gas karbon di dunia dan menjaga keseimbangan atmosfer. Oleh karena kontribusinya tersebut, hutan menjadi agen untuk mitigasi perubahan iklim. Pada tulisan kali ini, kita akan membahas mengenai perubahan iklim dan peran hutan sebagai agen mitigasi perubahan iklim. Check it out!

Saya dan Hutan : Memaknai Hutan Secara Pribadi


Dan hutan di Utara ibukota


Bisa dibilang, minat saya untuk menjelajahi hutan dan cinta saya kepada lanskap yang satu ini yang mendukung saya untuk melek terhadap isu lingkungan dan perubahan iklim. Saya pertama kali merasakan hutan adalah saat kelas 2 SMP, tepatnya saat diajak oleh ayah saya untuk mendaki Gunung Merbabu. Hutan yang pertama kali saya temui adalah sejenis hutan pinus, penuh dengan pohon-pohon kurus dan menjulang tinggi ala gunung di daerah Jawa Tengah. Saat itu, saya belum jatuh cinta kepada hutan, malah lebih banyak ngomel gara-gara pertama kali banget naik gunung.

Saya mulai tertarik pada hutan saat pendakian kedua saya, yakni ke Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. Berbeda dengan hutan di Gunung Merbabu, hutan di Gunung Pangrango berupa hutan hujan tropis dengan udara yang lembap, daun-daun hijau gelap, dan juga sekelebat warna-warni dari bunga atau buah yang tumbuh di pohon. Suara primata bersahut-sahutan menemani para pendaki yang berjalan santai atau cepat-cepat di jalur pendakian. Mengagumkan sekali. 


Mungkin momen itulah yang mengantarkan saya untuk lebih aktif mendaki gunung dan lama-lama sangat menyukai hutan.  Saya berpikir bahwa hutan adalah tempat saya dapat menemukan kedamaian, suatu paradise sendiri untuk melepaskan diri dari rasa lelah dan penat. Lama-lama, minat saya terhadap hutan berubah menjadi cinta. Saya mulai tertarik terhadap isu-isu kerusakan hutan, illegal logging, perdagangan satwa, dan sebagainya. Cita-cita untuk melestarikan hutan, volunteer untuk kesejahteraan satwa, bahkan berdonasi dalam jumlah besar untuk pelestarian hutan sudah mulai terbentuk di benak dan buku impian. Minat itu saya tuangkan melalui kegiatan mahasiswa pecinta alam, dimana akhirnya saya menjabat sebagai kepala divisi Hutan dan Gunung di organisasi mahasiswa pecinta alam fakultas, namun tidak berhasil mewujudkan impian untuk sering-sering ke hutan karena masa pandemi hahaha. 

Secara pribadi, saya memaknai hutan sebagai safe place - tempat untuk berlari. Namun lebih dari itu, saya memaknai hutan sebagai sesuatu yang menjaga manusia dan secara mutual harus dijaga oleh manusia. 

Eco-Blogger Squad Gathering : Hutan Indonesia sebagai Salah Satu Solusi dalam Mitigasi Perubahan Iklim 
Pada 14 April 2021, Eco-Blogger Squad kembali diundang pada gathering menjelang Hari Bumi 2021. Kali ini, kami kedatangan pembicara-pembicara keren dari tiga LSM yang bergerak dalam aktivisme lingkungan dan usaha mitigasi perubahan iklim. Ada Kak Gita Syahrani dari Kabupaten Lestari, yaitu asosiasi pemerintah kabupaten yang bergerak dalam isu lingkungan ; Pak Yuyun Harmono dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), yaitu LSM pelestarian lingkungan yang namanya sudah beken banget; dan Kak Christian Natalie dari Hutan Itu Indonesia, yaitu organisasi yang bergerak dalam pelestarian hutan. 


Bukan Eco-Blogger Squad dong namanya kalau nggak dapat merchandise, hahaha..
Kali ini, paket yang datang dari HIIP Indonesia berupa tas berbahan purun asal Kalimantan, kopi yang dibuat dengan prinsip berkelanjutan dan climate smart asal Bali, serta pancake mix no gluten berbahan sagu. Senang sekali mendapatkan produk sustainable dari berbagai daerah di Indonesia, apalagi si pancake low gluten. Sebagai anak Teknologi Pangan yang banyak dicekokin materi bahan-bahan lokal dan no gluten, hasrat ingin mencoba tinggi sekali sehingga pancake mix tersebut ludes dalam waktu tak sampai sehari. 

Pancake sagu dan kopi climate-sensitive



Krisis Iklim dan Transisi Berkeadilan - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)

Pembicara pertama, yaitu Pak Yuyun Hamono, membahas mengenai kenyataan perubahan iklim global. Menurut Pak Yuyun, kondisi bumi kita saat ini telah memasuki krisis iklim, dimana masalah perubahan iklim sudah mencemaskan. Seperti yang telah banyak digaungkan oleh berbagai penelitian, organisasi, bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa, krisis iklim disebabkan oleh perilaku manusia yang menyumbang emisi karbon kepada lingkungan.

Angka kenaikan suhu di Indonesia sudah mencapai titik kritis

Dalam jangka waktu 100 tahun, terjadi peningkatan suhu yang drastis secara global dan di Indonesia. Pada tahun 2018, suhu atmosfer di Indonesia naik sekitar 15 derajat Celcius lebih tinggi daripada 100 tahun yang lalu. 


Lalu, kenapa sih perubahan dan krisis iklim merupakan masalah global yang membuat masyarakat dunia jadi ketar-ketir? Tentu saja karena perubahan iklim berkontribusi besar terhadap perubahan yang ada di dunia ini, lebih-lebih mengarah ke hal yang negatif. Krisis iklim mengakibatkan perubahan di berbagai sektor kehidupan manusia, mulai dari yang paling penting seperti pangan hingga ke sektor-sektor lain seperti ekonomi dan politik. Krisis iklim juga mengakibatkan bencana dan kerusakan alam, contohnya adalah kebakaran hutan, peningkatan kadar asam di laut, dan juga bencana hidrometeorologi seperti banjir dan hujan deras. 


Tahukah kamu kalau 6 dari 10 bencana di Indonesia diakibatkan oleh perubahan iklim? Mulai dari banjir besar yang terjadi di awal tahun 2020, banjir di wilayah Indonesia Timur pada bulan Maret 2021, dan jenis-jenis bencana lain merupakan akibat dari adanya kenaikan suhu bumi. Kenaikan suhu bumi mendorong terjadinya perubahan komposisi udara, angin, bahkan cuaca secara keseluruhan. Setelah dipikir-pikir, perubahan iklim memang ngeri, ya!

Prinsip Energi Berkeadilan

Sektor energi merupakan kontributor besar untuk terjadinya perubahan iklim. Sumber energi yang biasa kita pakai, seperti energi fosil dan batubara, menyumbangkan emisi karbon yang besar lho untuk bumi. Oleh karena itu, usaha mitigasi perubahan iklim dalam bentuk peralihan ke energi terbarukan juga dibutuhkan! Pak Yuyun menyampaikan mengenai Prinsip Energi Berkeadilan. Apakah kamu familiar dengan kata tersebut? 

Prinsip Energi Berkeadilan merupakan prinsip penting untuk memulai transisi energi ke energi yang lebih ramah lingkungan. 

Prinsip energi berkeadilan ini berpusat kepada masyarakat dan juga berskala kecil, sehingga bisa meminimalisir dampak buruk dari energi terhadap lingkungan. Karena adanya desentralisasi atau pemusatan energi ini, konsumsi energi yang berlebihan bisa dicegah lho! Selain itu, prinsip energi berkeadilan juga mementingkan kesejahteraan masyarakat dan membangun suatu wilayah agar lebih maju. 

Contoh dari prinsip energi berkeadilan yang telah dilakukan oleh WALHI adalah implementasi energi di Dusun Silit, Desa Nanga Pauk, Sintang, Kalimantan Barat. 


Dusun Silit merupakan tempat tinggal masyarakat Siberuang yang memiliki hutan adat dan sedang memperjuangkan pengakuan hutan adatnya kepada pemerintah daerah. Dusun Silit memiliki wilayah adat seluas sekitar 5.200 hektar yang dipenuhi oleh hutan dan sumber daya alam lainnya. Masyarakat Dusun Silit dengan kearifan lokalnya telah bergerak aktif dalam pemanfaatan dan pelestarian lingkungan, mulai dari produksi dari bahan-bahan lokal yang bertanggungjawab, pengolahan sumber air, dan bahkan penyediaan listrik. WALHI juga membantu masyarakat Dusun Silit untuk menyediakan teknologi sederhana dan juga memperjuangkan pengakuan hutan adat. 

Manusia dan Perubahan Iklim, Prinsip Ekonomi Lestari, dan Visi Lestari untuk Indonesia - Kabupaten Lestari

Kata-kata Kak Gita yang satu ini, buat saya pribadi, jadi quotes yang emas banget. Setelah berpikir ulang sambil lihat paparan materi, ternyata benar juga ya... Bumi tidak butuh manusia untuk tetap lestari. Malah manusia yang selama ini memegang peran antagonis kepada Ibu Bumi ; cenderung mengambil secara serakah dan menyebabkan terjadinya kerusakan. 

Konsep Ekonomi Lestari
Pohon di Ta Prohm Temple, Kamboja (Sumber : atlasobscura.com)

Sebagai pembuka materi, sebuah foto candi di Kamboja diperlihatkan. Candi tersebut ditumbuhi pohon besar yang merambati bahkan memasuki fondasi bangunan tersebut. Disertai caption, "Trees and roots reclaims...", foto tersebut memberikan pesan bahwa alam memiliki kekuatan untuk tumbuh sendiri, untuk 'mengambil alih' buatan tangan manusia. Hal ini mengingatkan kita bahwa bumi bisa bertahan sendiri tanpa manusia. Alasan manusia merawat bumi adalah menjaga keberlangsungan hidupnya,  mengasih sesamanya, memastikan generasi masa depan dapat hidup dengan sumber daya yang pas, dan tentunya berterima kasih akan apa yang telah diberikan bumi 

Berkenalan dengan Prinsip Ekonomi Lestari

Mengingat perubahan iklim merupakan isu global dan Indonesia merupakan negara yang telah berkomitmen dalam Paris Agreement 2015 untuk menurunkan emisi karbonnya, Rencana Pembangunan Nasional hendak menerapkan keseimbangan dalam perekonomian, dimana perekonomian dapat menyejahterakan masyarakat dan ramah lingkungan.Prinsip ekonomi lestari dapat berupa implementasi energi terbarukan yang ramah lingkungan dan rendah emisi karbon, produksi yang baik dan bertanggungjawab terhadap alam dan masyarakat, dan lain-lain. 

Konsep Ekonomi Lestari diperkenalkan oleh ekonom bernama Kate Raworth, yang memodelkan perekonomian dalam bentuk donat. Dalam konsep ini, perekonomian yang dijalankan tidak boleh merugikan area-area yang berada di 'garis luar' donat. Garis paling luar sendiri merupakan batas toleransi lingkungan terhadap kegiatan manusia. Sikap kita terhadap garis paling luar dari donat mempengaruhi hal-hal yang ada di dalam garis terdalam donat. Hal-hal 'di dalam donat' itu mencakup keseteraan gender, sistem pangan, bahkan keuntungan dari ekonomi itu sendiri. 
Dengan menjaga sumber daya alam dan kelestarian lingkungan, kita dapat mewujudkan perekonomian yang baik dan sejahtera. 

Ingin menjaga hutan dan sumber daya alam tetap lestari? Ekonomi Lestari bisa banget jadi senjata yang ampuh! Melalui visi Ekonomi Lestari, dilakukan produksi yang bertanggungjawab dan dilakukan secara kolektif oleh berbagai pihak, mulai dari investor, pemerintah, sampai masyarakat, sehingga kualitas produk dari hulu ke hilir tetap terjaga. Ekonomi Lestari mampu meningkatkan value bahan mentah dari hutan, kemudian dapat diolah menjadi produk bernilai tinggi oleh masyarakat desa maupun perkotaan. Hutan terjaga, masyarakat sejahtera, ekonomi seimbang.

Hutanku, Pahlawanku : Hutan sebagai Sumber Daya Mitigasi Perubahan Iklim



Menurut IUCN, hutan memiliki fungsi yang sangat besar untuk bumi ini, mulai dari sebagai penstabil ekosistem, penyerap karbon, sampai pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Hutan dapat menyerap sekitar 7,6 miliar metrik ton CO2  per tahunnya dan juga berperan sebagai penyimpan karbon bebas. Oleh karena perannya yang besar tersebut, hutan menjadi jawaban dalam mitigasi krisis iklim. 



Pembicara ketiga, Kak Christian Natalie dari Hutan Itu Indonesia, memaparkan bahwa kampanye untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pelestarian hutan akan menghasilkan usaha konservasi. Oleh karena itu, Hutan Itu Indonesia aktif untuk melaksanakan kampanye dan usaha untuk pelestarian hutan Indonesia, sehingga suatu hari tujuan untuk adanya hutan yang lestari dapat tercapai. 
Masyarakat kota merupakan sasaran untuk kampanye peningkatan kesadaran, mengingat lokasi yang jauh dari hutan dan pola hidup yang berbeda dengan masyarakat yang hidup di alam membuat masyarakat kota 'buta' terhadap pentingnya hutan. 


Komentar