Ekowisata di Indonesia: 10 Destinasi untuk Kamu yang Cinta Lingkungan

Untuk Kamu yang Ingin Naik Rinjani : Jangan! (Part 1 : Jalur Sembalun – Summit Attack)




Nama ‘Rinjani’ jelas sudah akrab di telinga para penggiat alam bebas. Bahkan mungkin ada dalam bucket list mereka. Gunung yang berdiri dengan ketinggian 3.726 meter dari permukaan laut (MDPL) ini menjadi primadona tanah air. Berbondong-bondong wisatawan datang dan mencicipi keindahan Gunung Rinjani. Bahkan, wisatawan mancanegara tidak absen untuk mendaki Rinjani jika punya kesempatan berkunjung ke Indonesia. Jika kita berselancar di Google, akan ditemukan ratusan foto yang memamerkan kemolekan Gunung Rinjani. Ada ambisi muncul ketika mendengar status Rinjani sebagai puncak tertinggi nomor tiga di Indonesia, setelah Cartensz Pyramid dan Kerinci. Namun apakah pendakian Rinjani sepenuhnya manis? Apakah Rinjani sebatas menawarkan keindahan Segara Anak dan kecantikan sunset Plawangan Sembalun?
          
Sebelum memutuskan mendaki Rinjani, pastikan :
1.      Memiliki kondisi fisik yang prima, dibekali olahraga kardio, squat, dan kawan-kawan selama minimal empat kali seminggu. (Saya agak miss disini. Jogging masih di-gas, tapi kalah karena baru 20 menit udah ngos-ngosan)
2.      Memiliki perlengkapan hiking yang memadai, terutama sepatu. Karena trek Rinjani bukan candaan. (Agak miss juga disini karena tali sepatu hiking saya diganti tali sepatu Converse biasa)
Kalau belum punya hal-hal diatas yang menurut saya sangat dasar untuk mountaineering, jangan ke Rinjani! Tahan dulu ego untuk mengecup salah satu dari Seven Summits of Indonesia. Karena foto setelah ini mungkin membuat kalian berpikir dua kali :

Trek berbatu menuju puncak yang membuatmu merosot cantik

Batu semua, cuy!
Puji syukur, saya dapat kesempatan untuk menginjakkan kaki di puncak Gunung Rinjani pada akhir Mei tahun 2018. Berbekal altophobia yang berusaha saya ingkari dan lima kali nangis karena mental yang down, terpukul oleh puncak PHP. Scroll lanjutannya, pasti akan saya ceritakan seberapa menyebalkannya summit attack Rinjani.

Saya melakukan perjalanan ke Rinjani bersama lima orangtua (Ayah saya dan empat orang teman pecinta alam alumni FE UGM), empat remaja (termasuk saya, cewek 17 tahun berjiwa emak-emak 40 tahun), dan satu orang porter dari Gunung Gede bernama Kang Balon. Kami juga dibantu oleh empat orang porter kuat dan super baik. Salah satu yang saya sorot dan beri penghormatan adalah Pak Beni, kepala porter kami. Orangnya super baik, sangat kuat walau tubuhnya terlihat ringkih, dan punya keahlian masak bagai chef Shangri-La Hotel (berdasarkan celetukan para Tante waktu makan siang di Sembalun).

Pak Beni the superman.
Porter Rinjani semua pakai gotongan kayak gini. Bahkan kadang mereka menggantung
carrier di ujung bambu mereka.

Saya berangkat melalui jalur Sembalun, yang juga nama desa di Utara Lombok. Turun melalui jalur yang terkenal lebih berat bernama Senaru. Pendakian saya memakan waktu 5 hari 4 malam karena banyak beristirahat dan menginap. Sebenarnya bisa saja mendaki 4 hari 3 malam, tergantung fisik masing-masing.

PRA-PENDAKIAN
            Sebelum memulai pendakian, biasanya para pendaki menginap di homestay di Sembalun maupun Senaru. Saya sendiri menginap di sebuah homestay di Sembalun bernama Rinjani Family Homestay. Dalam waktu 3,5 jam dengan menggunakan mobil (ditambah waktu berhenti sebentar untuk makan ayam + sambal plecing yang mantap abis) dari bandara, saya akhirnya sampai di homestay ini. Ukuran kamarnya cenderung kecil, hanya berisi dua buah single bed, meja yang menyuguhkan air mineral, dan kamar mandi dalam. Namun tempatnya bersih dan terawat. Ada air hangat juga, jadi cukup nyaman untuk menyegarkan badan sebelum lima hari tanpa mandi. Sarapan pagi juga disediakan oleh homestay ini dengan menu klasik : nasi goreng dan mie goreng.

PINTU GERBANG – POS 1 PEMENTAN

Selamat datang! Selamat tersiksa!
Sinar matahari pukul dua belas siang langsung membakar kulit begitu kami turun dari pickup. Perjalanan dari homestay yang dekat dengan gerbang taman nasional ke gerbang pendakian memakan waktu sekitar 30-45menit. Jika berjalan kaki bisa memakan waktu satu sampai dua jam. Pendakian dimulai dari gerbang ini, yang menyajikan trek menurun dengan rumput-rumput tinggi dan sinar matahari yang tidak dibendung apapun. Akan sangat baik jika mengenakan topi dan baju lengan panjang untuk menghindari sengatan matahari. Baju lengan panjang, kemeja flannel, dan sejenisnya memang sangat gerah jika dipakai untuk berjalan di siang bolong seperti itu, tetapi sangat membantu jika ingin mengurangi ‘keeksotisan’ kulit. Saya sendiri memilih untuk mengenakan kaus lengan pendek tapi lengan dibalur sunblock SPF 50 keatas. Hal itu saya pilih karena enggan gerah dan komentar seorang teman, “Naik gunung kok takut gosong.”

Trek savanna yang dijamin membuat kulit tambah eksotis

Sangat jarang ditemui pohon dalam perjalanan menuju Pos 1. Savanna terbentang luas di depan mata. Bau tidak enak akan kalian temui sepanjang perjalanan dan mengharuskan untuk sesekali melihat ke jalan. Banyak ‘ranjau’ dari sapi, baik mengering atau masih segar, siap mengerjai kalian.

Pos 1 : Papannya doang

Setelah dua jam berjalan, akhirnya kita tiba di Pos 1. Ada sebuah shelter, tukang jualan minuman dingin, dan ojek yang siap membawa ke Pos 2. Tarif ojek adalah Rp50.000,00 – Rp150.000,00, tergantung tempat tujuan dan barang bawaan. Saya sempat dengar untuk membawa carrier saja mengharuskan kita membayar Rp50.000,00. Minuman dingin disini masih dijual cukup murah, antara Rp10.000-Rp20.000. Semakin naik ketinggian, semakin naik harga minuman.

POS 1 – POS 2
Savanna terus sampe bosen

Ada papan penunjuk di Pos 1 yang mengatakan bahwa jarak Pos 1 ke Pos 2 adalah 1,4km. Jarak segitu mungkin adalah jarak dari rumah ke minimarket terdekat, namun dalam pendakian itu adalah jarak yang memakan waktu 1,5 jam sendiri. Trek menuju Pos 2 tidak jauh berbeda dari trek gerbang-Pos 1. Masih savanna dengan pohon yang jarang-jarang. Namun sempat ada pemandangan yang cukup menarik, yakni sapi-sapi merumput di sebuah gunung. Entah milik siapa. 
            Pos 2 adalah pos termewah sebelum Plawangan Sembalun. Ada dua buah shelter yang cukup besar, bangunan sederhana yang saya duga sebagai kantor, tukang jualan minuman, dan toilet dengan air bersih. Toilet menjadi kemewahan sendiri dalam pendakian dan Pos 2 menyajikannya.

POS 2 – POS 3
            Jarak sekitar 2,5 km harus ditempuh menuju pos selanjutnya. Trek mulai menanjak namun belum berat.

POS 3

Pos 3 dengan tanah pasirnya

 Pos 3 adalah pos tempat rombongan kami bermalam untuk pertama kali. Kami tiba di pos 3 pada pukul 17.30, mulai berjalan pukul 12.30. Sekitar lima jam perjalanan kami sudah tempuh di hari pertama.
            Pos 3 berupa tanah berpasir yang tidak luas-luas amat, ditumbuhi rumput-rumputan tinggi, dan diapit bukit. Ada sebuah gua di depan tanjakan berbatu menuju Plawangan Sembalun. Tidur disini enak karena tanahnya pasir, jadi empuk di punggung.

Sarapan pagi : nasi putih + omelete Chef Beni. Mantap jiwa
Kalau kalian sewa porter, dia bisa sekalian masak

Tidak banyak yang dapat kami lihat di Pos 3. Namun ketika malam datang, kami disuguhkan bulan purnama yang terang benderang. Bintang-bintang juga bertebaran di langit yang jauh dari sentuhan polusi, bahkan saya sempat melihat sekelebat milky way. Malam dihangatkan dengan nasi goreng dan atraksi omelete flip dari Pak Beni yang menimbulkan sorakan kami. Bukti bahwa bahagia itu sederhana. #ea #tidakmintadihujat

Morning view from Pos 3. Sayangnya kelihatan banyak sampah disini

POS 3 – BUKIT PENYESALAN

Sedikit sedikit masih ada bukit. Nyesel nyesel dah lu

Seperti namanya, Bukit Penyesalan memang membuat orang menyesal telah naik Rinjani. Termasuk saya yang mentalnya dapat disamakan dengan squishy ini. Tanjakan-tanjakan tanpa henti, berbatu-batu, undakan yang dibuat oleh akar pohon mampu membuat kaki dan hati lelah. Yang bikin lebih gentar adalah fakta bahwa Bukit Penyesalan tidak hanya satu, namun tujuh. Wah, mantap mantap dah tuh. Tujuh kali dibikin menyesal. Pastikan kalian makan yang berkalori dan berprotein tinggi sebelum memijak Tujuh Bukit Penyesalan.
            Saya berangkat dari Pos 3 pukul 8.30 WITA. Lepas landas dari Pos 3 langsung disambut dengan trek berbatu-batu. Kami langsung berkeringat karena disambut oleh batu-batu besar. Trek ini menyulitkan saya yang proporsi tubuhnya seperti tapir – kecil, berisi, berkaki pendek. Tanjakan-tanjak berbatu dan lama-lama meninggi jadi sebatas paha saya. Bukit demi bukit dilewati. Bukit yang diyakini tersulit adalah bukit kedua dan ketiga.

Sebuah plang yang mengundang amarah

Ada pos di bukit keempat atau kelima, saya sudah malas menghitung jumlahnya. Pos disini hanya berupa shelter dan papan bertuliskan POS 4 : BUKIT PENYESALAN. Saya meraung dalam hati, ngomel-ngomel. “Daritadi kita ngelewatin apaan dong kalau ini baru Bukit Penyesalan??!! *masukkan kata kasar terhalus disini*!” Di depan shelter, kami disuguhkan pemandangan trek pendakian yang terus menaik dan juga tower penanda Plawangan Sembalun.
            Trek pasca-shelter adalah bukit-bukit yang akan membentuk otot betis dan pahamu. Tanjakan tiada henti dan bikin ingin nangis karena nggak sampai Plawangan Sembalun menyeringai di bawah kakimu.
Tips agar kuat mendaki Bukit Penyesalan : bandingkan setiap bukit dengan penyesalan yang kamu alami selama ini!
Contoh :
Bukit 1 : Nyesel pernah suka sama si R (contoh aja, inisial sama kayak gunungnya)
Bukit 2 : Nyesel pernah naksir sama si A
Bukit 3 : Nyesel dulu nggak mencoba lomba B, C
Bukit 4 : Nyesel pernah percaya sama si D
Dan seterusnya
Dijamin, Bukit Penyesalan tidak akan ada apa-apanya! Efek lain : malah jadi kesal sendiri.


PLAWANGAN SEMBALUN

Bukit yang akan mengantar kita ke Puncak Rinjani

“Akhirnya selesai juga Bukit PHP ini,” komentar Kang Balon yang berjalan di belakang saya. Ya, setelah berjam-jam diberi tanjakan tanpa ujung dan bukit yang masih ada bukit diatasnya, kami sampai ke sebuah tanah lapang. Suasana berkabut ketika kami sampai di Plawangan Sembalun. Belum sampai sih, namun ada checkpoint yang cukup menghibur yakni penjual minuman. Bahkan di tempat ini dijual bir! You can easily buy a Bintang here, cukup merogoh Rp90.000,00 dari dompet. Sementara itu, tower yang daritadi kami lihat dari Bukit Penyesalan/PHP/Penyiksaan masih menjulang di depan.
            Kami sudah sampai di Plawangan Sembalun setelah berjalan singkat. Pendaki lain, yang duduk-duduk sambil makan sate ayam dan daging burger, menyambut kami. Porter telah mendahului, memasang tenda, dan mengambilkan air dari mata air. Kebetulan yang sudah sampai baru saya, Kang Balon, dan ketiga cowok sebaya, kisaran umur nggak jauh-jauh amat.

\


cr : Tante Merry
Plawangan Sembalun adalah bukit indah penuh tenda yang sering kalian lihat jika mengetik kata kunci ‘Rinjani’ di Google. Di depan tenda saya, berdiri gagah Puncak Rinjani yang rasanya dekat dimata. Danau Segara Anak terletak di sebelah Barat, agak ke Barat Daya atau Barat Laut saya kurang mengerti. Ketika matahari mulai bergerak ke Danau Segara Anak, alam semesta mulai menunjukkan keindahannya yang luar biasa. Jangan sampai tidak mengeluarkan kamera dan mengumpulkan foto-foto Instagramable di waktu sunset.


\
Morning (or evening?), Plawangan.

            Plawangan Sembalun adalah tempat camp terakhir sebelum puncak. Disini masih ada penjual minuman dan mata air yang bisa digunakan untuk mandi. Penjual minuman terletak agak di bawah, dekat dengan jalan menuju Bukit Penyesalan. Mata air terletak cukup jauh, namun dijamin sangat menyegarkan. The view here is breathtaking, beautiful, and camera-worthy. Di samping itu, keep your eyes open dan jaga barang bawaan dengan baik karena banyak monyet nakal di daerah ini! Pastikan tenda selalu dalam keadaan tertutup agar tidak jadi bahan kejahilan monyet-monyet tersebut.

SUMMIT ATTACK : MENYAPA DEWI ANJANI

Tanjakan manjiw
           Puncak Rinjani, tempat para pendaki meletakkan ambisi dan terkadang ego. Tujuan utama yang sering dikumandangkan dalam pendakian di gunung super cantik ini. Tempat orang bisa berfoto sambil tersenyum dengan bangga karena dapat menyentuh puncak tertinggi di Pulau Lombok, dapat meraih salah satu dari Seven Summits yang diimpikan para pendaki. Namun dalam meraih sesuatu yang ‘besar’ tidaklah mudah.
            Jika kalian ingin mendaki Rinjani sebatas ingin meraih puncak, jangan! Tujuan utama kita mendaki gunung adalah pulang dengan selamat. Puncak Rinjani adalah ajang uji fisik dan mental. Memang sangat indah, tetapi jika hanya ego yang memimpin kalian untuk memulai pendakian, lebih baik jangan.

       
           Untuk summit attack, persiapkan bawaan secukupnya. Sebuah daypack berisi air mineral secukupnya, coklat, biskuit, roti, gula merah, madu, atau makanan kaya kalori lainnya akan sangat membantu dan tidak usah berat-berat. Trekking pole perlu dibawa karena trek berpasir akan menyebabkan kita mudah merosot. Pastikan headlamp menyala terang dan memberikan jarak pandang yang ideal untuk kita. Pakai gaiter untuk menghindari pasir masuk ke dalam sepatu. Boleh sekali untuk membawa kertas berisi pesan-pesan seperti yang biasa kita lihat di Instagram, tetapi pastikan tidak meninggalkan kertas tersebut menjadi sampah.
Idealnya memulai pendakian adalah pukul 12 malam. Waktu tempuh menuju puncak adalah empat jam (standar porter dan guide) hingga tujuh jam (standar saya si mental tempe). Rombongan kami baru terbangun jam satu dini hari. Dilanjutkan oleh sarapan yang kelamaan karena masakan Pak Beni enak sekali.

Turun sedikit dari Plawangan Sembalun, siap-siap disambut oleh trek curam yang terdiri dari tanah berpasir. Dua langkah maju mengharuskan kalian untuk merosot satu langkah. Jalur pun sempit dan harus mengantri dengan pendaki lain. Bahkan sesekali harus melepas trekking pole dan naik dengan bantuan tangan. Dari sinilah mental mulai diuji. Setelah satu jam melewati trek berpasir yang curam itu, kita akan sampai di bukit yang landai. Segara Anak akan ada di sebelah kanan kalian, sudah terlihat indah di ketinggian 3.000 sekian. Selanjutnya, kaki akan terus dihajar oleh trek berpasir yang licin.

Otw merosot

Trek menuju puncak akan sangat menguras mental dan fisik. Kita akan merasakan sepatu kita tenggelam di dalam pasir. Kita seakan nggak maju-maju, hanya jalan di tempat. Merosot malah. Puncak Rinjani terlihat sangat jauh, tidak berbanding lurus dengan langkah yang sedikit demi sedikit. Saya tiba di tanjakan tersebut saat matahari sudah terbit. Matahari naik, mental saya turun. Melihat ke belakang merupakan hal menakutkan untuk saya yang sebenarnya takut ketinggian.

Butuh saya tegaskan, wajar kok untuk menangis saat mendaki Rinjani. Wajar untuk kita merasakan mental kita jatuh saat terus-terusan merosot di pasir. KARENA MEMANG SUSAH, TOLONG JANGAN SOK KUAT!  Namun ketika kita terus maju, mengalahkan ketakutan dan keraguan kita, kita akan perlahan mencapai puncak. Inilah mengapa saya suka naik gunung, ada filosofi yang bisa diambil tentang mengalahkan diri sendiri.

             Akhirnya tanjakan super panjang dengan kemiringan hampir 900 usai juga. Saya sudah hampir bernapas lega. Namun ketika menoleh ke kiri, ADA LAGI TANJAKAN BRO UNTUK SAMPAI PUNCAK. Spontan saya langsung menangis dan merasa ingin menyerah saat itu. Namun tanggung, saya sudah ada di ketinggian 3.600-an mdpl. Ditambah ada beberapa anak muda baik hati yang kami temui di Pos 3 sebelumnya, siap membantu dengan menyediakan webbing. Gila, di saat sulit seperti itu saya bersyukur ada orang-orang yang membantu. Orang yang baru dikenal lagi. Memang selalu ada kejutan saat kita sedang mendaki gunung.

Udah father-daughter goals belum?



Nggak kelihatan kayak habis nangis 5 kali kan?

Pukul 09.30, saya dan Ayah saya tiba di singgasana Dewi Anjani. Danau Segara Anak membentang dan terlihat dua kali lebih indah daripada saat di kaki gunung (only a metaphor). Bukit-bukit, lautan awan, dan samudera Hindia terlihat dari puncak tertinggi nomor tiga di Indonesia. Pujian kepada Sang Pencipta dilayangkan dari tempat ini. Sampai di puncak akan menimbulkan melankoli sendiri, tidak peduli seberapa jenaka, unexpressive, atau sinisnya kamu. Ada air mata yang ingin terdorong keluar dari pelupuk mata. Rasa bangga, syukur, dan kekaguman karena keindahan alam dapat kalian rasakan di Puncak Rinjani, ketinggian 3.726mdpl.



(tbc to SENARU-SEGARA ANAK)

Komentar

Posting Komentar